
Genetic Analysis of Corynespora Leaf Fall Disease Resistance in Hevea Rubber*
sumber : Hayati Journal of Biosciences
Sosok intelektual yang biasa dilekatkan kepada pelajar adalah minuman kaleng *
Pada musim gugur 1966, sejumlah mahasiswa yang setuju dengan pemikiran situationist bersama dengan Mustapha Khayati menulis leaflet yang berjudul "Dalam Kemiskinan Kehidupan Pelajar". Leaflet yang difotokopi sebanyak 10.000 lembar ini didistribusikan pada upacara pembukaan universitas awal Oktober 1966 dan berkembang pada sejumlah hal lain. Abraham Moles, seorang dosen dari mata kuliah Psikologi Sosial dibombardir dengan tomat busuk saat memberikan kuliah, mahasiswa kemudian bersama para pekerja melakukan aksi pemogokan besar-besaran di Strasbourg dan kota-kota lainnya.
R. Budi Hartono
Teori, fakta aktual, dan destruktif *
Berbagai hal yang telah terjadi disekitarmu atau yang sedang terjadi akan merujuk secara eksklusif kepada para pekerja. Apapun itu. Entah logika ini sebagai sebuah progress dari segi intelektual ataukah semacamnya?? Atur sendiri-lah artinya.
Entah apa yang bisa didapatkan jika aktivitas sosial masyarakat ini menjadi bahan studi, seminar, penelitian, dan yang serupa-lah. Untuk mengetahui asal-usul mungkin??atau mempelajari bagaimana cara memproduksinya kembali dengan sentuhan ide yang sering disebut kreativitas??? Namun bukan suatu masalah yang berarti bagi kalian yang memang berpikir bahwa studi itu (melulu) candu.
Kenapa para pekerja??. Sebab tak ada seorangpun kecuali mereka yang secara langsung terlibat dalam proses produksi sanggup untuk memecahkan ikatan dominasi komoditas. Sanggupkah para pekerja tersebut??, atau pernakah mereka di pandang sebagai kesatuan personal dari individu masing-masing?? Sebab para pekerja yang bersikap tunduk dan patuh kepada serikat buruh atau partai politik adalah tak lain hanya sebagai para budak yang dungu, merespon secara aktif untuk menguatkan seluruh sistem yang justru menekan mereka.
Lebih dari sepuluh tahun terakhir terus meningkat dimana para pekerja “kucing buas” yang radikal sering memberikan serangan dan telah mengguncangkan dominasi borjuis birokratik, namun (mungkin) belum berhasil merobohkannya. Pergerakan perlawanan tersembunyi ini telah membuat kaum tani sadar akan kapitalisme yang terus meningkatkan dominasinya ke semua aspek dan tingkah laku manusia dan tentang sifat alami dari dirinya sendiri. Dan Itu juga telah membuatnya sadar akan kekuatan sendiri dan tentang kemalangan yang tidak bisa dipisahkan dari sistem komoditas dan status.
Di dalam pembangkangan ini kita dapat juga melihat permulaan suatu gaya hidup oposisi yang kejam terhadap survival yang mana dunia sekarang membagi kemiskinan secara meluas. Pergolakan ini terdiri dari fragmentasi (terpisah-pisah) dan sering juga mengacaukan reaksi, sebagai akibat dari keinginan yang secara spontan untuk menghapuskan pekerjaan, pengorbanan, ekonomisme, kebosanan, batasan, pemisahan, dan tontonan; tetapi bagaimanapun pemencaran dan reaksi terasing mungkin terjadi, mereka sedang membangun pondasi untuk suatu masyarakat baru: masyarakat yang mengatur diri sendiri secara total.
Dalam sudut pandang manusia yang berbudaya konsumsi jaman ini masyarakat sosial dapat dipahami melaui pendapatan (gaji atau income), kebudayaan, aspirasi, dan mimpi. Benar memang bahwa kapitalisme mutahir telah memenuhi dunia. Namun dilihat dari levelnya, terdapat perbedaan bersifat peningkatan yang tetap berasal dari sumber yang sama. Jika sekelompok manusia telah mengenal “waktu senggang” dan betapa senangnya berpetualang dan traveling ke berbagai negara didunia, maka dengan sendirinya berlakulah “bekerja makin giat”. Yang tidak sedikit pula yang membawa sugesti ini menjadi motto hidupnya (yang menyedihkan); “bekerja giat, konsumsi berat”.
Dan masih dalam level konsumsi tentunya, karena kepercayaan bahwa aspirasi dan bahkan mimpi sebagian besar orang tak dapat diwujudkan disebabkan karena tidak adanya pendapatan. Pragmatik ini memang terjadi (mungkin kalian juga merasakannya) dimana proses provokasi terjadi disaat masyarakatnya dalam kondisi jenuh, bosan, lelah, dan dalam kondisi bawah sadar. Proses penyampaian pesan provokasinya bukan mengenai “kapitalisme itu indah” tetapi kurang lebih; “manusia akan merayakan hasil dari pekerjaan maka kalian juga harus melakukan hal yang serupa”. Sehingga yang terjadi hanya menjadi rekuperasi dari ketangguhan proletar bukan menjadi sekedar evolusi progress.
Konstruksi dari ‘total self – management’ harus bekerja keras untuk memberi koherensi yang lebih besar pada cakupan dari reaksi rebellious ini. Hal ini sekarang telah dikembangkan langsung ke intinya yang mana harus meneliti kembali dari mana asal- usul pergerakan tersebut, pergerakan insurreksionari dari para pekerja.
Mulai sekarang sukses atau kegagalan konstruksi ini tergantung pada mereka yang dibidangnya, pabrik-pabrik, gudang, toko, dan jaringan transportasi yang memegang dan menjaga nasib komoditas di tangan mereka. Mereka dapat mengembalikan buah-buahan bumi dan industri untuk manfaat bagi semua orang, atau mereka dapat lanjut bekerja untuk melawan diri mereka sendiri dan semua orang selain dirinya dengan membiarkan kapitalisme melanjutkan tugasnya untuk menyebar polusinya.
Suatu perubahan bersifat menentukan adalah yang menjadi bentuk. Yang (mungkin) kita perlukan hanya mempercepatnya dengan menyediakan efektivitas yang lebih besar dan praktikal koherensi. Karena untuk menunggu lebih lama lagi akan menjadi sebuah kemalangan, atau lebih buruk lagi, suatu kesalahan historis, yang mana semua air dalam samudera tidak akan pernah mencukupi untuk menyeka kekotoranya.
Seandainya saja setiap kondisi lebih menguntungkan. Teknologi perbelanjaan adalah yang ada di penjualan kita - jika kita mampu membalikkannya untuk melawan terhadap mereka yang telah memanfaatkan kita, segalanya adalah mungkin dan tidak ada satupun yang berupa kayalan. Tidak pernah ada survival berkuasa secara meluas, dan tidak pernah diprovokasi sepenuhnya oleh resistansi. Tidak pernah sebuah status mempunyai makna lebih dari sekedar pemalsuan pada penjualannya, dan tidak pernah mempunyai arti yang lebih peka kepada kebenaran yang paling sederhana sekalipun. Tidak pernah mempunyai sistem komoditas yang secara menyeluruh mengkondisikan orang-orang terhadap uang, kuasa dan penampilan, dan tidak pernah memberi kesempatan agar orang-orang mampu bangkit untuk menghancurkannya dengan kejelasan yang jernih, kemarahan hati, kreativitas dan hasrat.
Jika, setelah semuanya ini, para pekerja tidak memutuskan untuk menjalankan hidup mereka untuk diri mereka sendiri dan untuk mendorong kepada kesimpulan mereka terhadap pergolakan sosial yang digembar-gemborkan oleh serangan para “kucing buas” dalam pengambilalihan factory, maka mereka – juga termasuk yang tidak memahami dan yang tak mau memahami makna tersebut - cenderung masuk ke dalam manajemen total yang lain lagi, kepalsuan gagasan tentang surga, berakting kembali seperti sang messias yang turun ke bumi untuk mengkhotbahkan dan menyelamatkan organisasi kaum tani, melanjutkan tradisi yang terbaik dari sederet idola dunia antara lain; Lenin, Trotsky, Mao, García Oliver, Fidel Castro, Che Guevara, dan para birokrat macho lainnya.
Terlalu lama revolusi tertinggal di gerbang benteng kebosanan, dikota besar yang terpolusi, istana kita dari plester semen. Manusia telah tunduk cukup panjang untuk bekerja, tunduk pada para pemimpin, pada waktu yang sia-sia, menderita, penghinaan, kepalsuan, polisi, boss, pemerintah. Ketidaksabaran yang ditindas berkepanjangan berakhir dengan provokasi kekerasan, terorisme, penghancuran diri. Mungkin lebih baik berbagai hal dilakukan untuk menyelamatkan diri sendiri dari kondisi masyarakat yang sedang melakukan bunuh diri dibanding untuk menjadi kamikaze dan melawan terhadap resimen polisi, para uskup, sekelompok boss, khalayak massa, dan negarawan. Tetapi dengan berlalunya hidup yang tanpa bernyawa adalah lebih buruk dibanding kematian. Perjuangan terakhir telah berlalu cukup lama. Manusia memerlukan kuasa untuk berkehendak, sekarang!
Teks ini merupakan suatu usaha sebagai media untuk bereaksi terhadap permasalahan yang akan diajukan oleh transisi dari pola masyarakat konsumsi menjadi masyarakat pengatur diri sendiri secara total. Memulai dari hal yang terkecil, dengan ungkapan bebas tentang ketidakpuasan dan meminta dengan tegas terhadap signifikansi masing-masing, sebab penting bahwa familiar akan menjadi sangat dikenal jika individu menginginkan apa yang akan dibangkitkan dari kehidupan sehari-hari untuk kembali kepada hal tersebut dalam rangka untuk memperkayanya secara permanen. Kemampuan untuk memahami satu persatu tindakan tertentu yang perlu dilakukan pada langkah-langkah yang berbeda dari tindakan masing-masing individu - sabotase kecil-kecilan atau pembangkangan; pada waktu serangan “kucing buas” atau pada waktu pengambilalihan tempat kerja atau mungkin yang paling sederhana; mencuri waktu. Tetapi mungkin tak perlu pula untuk membayangkan seperti apa kelak jadinya masyarakat yang dapat mengatur diri sendiri, dan suatu masyarakat yang berdasarkan pada pemenuhan hasrat dan keinginan dari tiap-tiap individu. Berusaha untuk menciptakan mungkin jauh lebih menyenagkan daripada sekedar berangan-angan.
Adanya catatan tak bisa terhindarkan yang berisi kelemahan, keraguan, dan bahkan salah mengira atau tafsiran keliru terhadap konsepsi ini mungkin saja terjadi, akan tetapi radikalisasi mereka adalah tidak terbantahkan. Kebijakan jasa mereka telah dibahas, tetapi bukan oleh gertakan intelektual yang hanya mampu meningkatkan keberatan abstrak. Satu-satunya tujuan dari catatan tersebut diharapkan untuk didiskusikan dengan segera, di tempat kerja yang merupakan momen yang mudah meledak. Pada saat momen seperti; ketika mereka dilatih, dikoreksi, dan dikomunikasikan oleh semua fungsi yang rata-rata sekarang dimonopoli oleh para boss, para manajer, dan birokrat perserikatan (mesin telex, mesin fotocopy, radio, PA sistem, printshops dan lainnya), mereka akan memberi kohesi kepada roh insureksi dan menghapus keraguan dan penundaan, yang sangat sering membuktikan fatalnya momen pertama suatu revolusi. Di dalam situasi melakukan, para pemimpin akan dihadapkan pada wajah statis alasan historik bahwa mereka lebih takut – melebihi yang lain-lain - ketika para proletar menyatakan siap bertempur dan mengambil alih.
*Sumber ; kurir 0881-Pelacul unggul
Unlimited Potential*
Program Unlimited Potential (UP) merupakan sebuah inisiatif global Microsoft yang diimplementasikan diseluruh dunia sejak tahun 2003. Dalam program ini, Microsoft bekerja sama dengan berbagai lembaga non-profit untuk menyediakan sarana pelatihan dan pembelajaran jangka panjang bagi masyarakat yang memiliki keterbatasan, melalui Community Training and Learning Centre (CTLC). Masyarakat dapat mengakses informasi, dan memperdalam pengetahuan dibidang Teknologi Informasi di CTLC.
Tujuan utama program Unlimited Potential adalah untuk mengurangi kesenjangan digital bagi masyarakat yang memiliki keterbatasan. Hal ini sejalan dengan target pemerintah melalui kesepakatan yang ditandatangani pada World Summit on Information Society (WSIS) di Geneva untuk memberikan akses kepada 50% penduduk Indonesia pada tahun 2015.
Program UP di Indonesia pertama kali diluncurkan di Indonesia tanggal 23 Oktober 2003. Hingga saat ini, Microsoft Indonesia telah bekerjasama dengan 7 lembaga non-profit yaitu : Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Forum Daerah, Yayasan Mitra Mandiri, Yayasan Mitra Netra, dan LPPM Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Yayasan Mitra Kesehatan dan Kemanusiaan. Ketujuh lembaga tersebut berperan sebagai koordinator untuk mengelola 33 CTLC di seluruh Indonesia.
Melalui pelatihan yang didapat di CTLC, diharapkan masyarakat dapat membuka wawasan mereka seluas-luasnya melalui akses informasi dan meningkatkan keahlian mereka di bidang Teknologi Informasi. Keahlian ini kemudian dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan taraf hidup, memperbaiki keadaan sosial dan ekonomi juga memperkuat daya saing masyarakat.
*Sumber ; microsoft.com
Oleh. R.Budi Hartono
Pada kehidupan sehari-hari kita sering memadukan kehendak yang cenderung di dorong karakter kepribadian kita sadar tidak sadar, pada integrasi itu terdapat pengaturan oleh hati nurani manusia, karena hati nurani ini berfungsi sebagai pengemudi dan hakim terhadap segala bentuk tingkah laku dan pikiran manusia. Hati nurani berfungsi pula sebagai pengontrol yang kritis, karenanya mausia selalu diperingatkan agar selalu bergerak dalam batas-batas tertentu yang tidak boleh dilanggarnya. Berdasarkan norma-norma konvensionil yang ada.
Hati nurani juga menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap segala tingkah laku dan berani menanggung resikonya. Yaitu berani mengaku salah jika dirinya ada pihak tidak benar, berani minta maaf atau ampun dan sanggup memperbaikinya. Dengan demikian akan tercapai kepribadian yang matang, yang benar-benar terintegrasi dan mempunyai rasa tangung jawab yang tebal, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan dan sumber utama kehidupan ini.
Dalam kehidupan sosial ada norma-norma dan aturan-aturan tertentu yang memberikan arah bagi tingkah laku manusia. Peraturan-peraturan ini didasarkan atas nilai-nilai kesusilaan yang baik. Jika orang tidak mengikuti norma-norma tersebut, akan timbul padanya rasa penyesalan. Dengan demikian ada kesadaran pada nilai-nilai tersebut dan ada sikap yang membenarkan atau sikap mengadili dengan satu penolakan. Kesadaran bahwa dirinya telah berbuat salah, rasa penyesalan dan kecenderungan untuk mengadakan pembetulan secara susila itu menjadi tenaga pendorong yang amat kuat bagi realisasi diri dan transendensi diri.
Dengan demikian hati nurani manusia itu menjadi instansi yang menentukan norma-norma. Lalu timbul rasa berslah, timbul kepedihan hati dan tumbuh kecenderungan bereaksi untuk membetulkan diri oleh hati nurani ini orang bertindak sesuai dengan norma-norma kebenaran tadi, agar tercapai ketenangan jiwa. Sebab, melawan atau menetang secara khronis dan terus menerus kepada hati nurani itu menyebabkan perpecahan pribadi, lalu timbul banyak konflik-konflik bati dan ketegangan-ketegangan, dan pada ahirnya meletus menjadi ganguan jasmani dan rohani.
Justru pada saat penuh krisis yang amat menetukan bagi kehidupan manusia, hati nurani itu sangat besar peranannya, dan sangat menentukan sifatnya. Lingkungan memang memberikan syarat-syarat tertentu bagi kebebasan tingkah laku manusia. Tetapi lingkungan tidak bisa menguasai hati nurani yang murni dari manusia. Karena hati nurani berfungsi sebagai pengontrol dan sifatnya murni kreatif, serta bisa menimbang tingkah laku manusia pribadi sendiri, maka berlakulah proses pembentukan karakter. Dalam proses pembentukan watak atau karakter ini penting sekali peranan hati nurani disamping mekanisme regulasi dan integrasi.
Oleh R. Budi Hartono
Ketika banyak sisi di bidang kehidupan dan jasa ujung-ujungnya adalah uang, maka uang menjadi ukuran. Ketika kunci kuasa dan jabatan menjadi jaminan dan pegangan, maka kejahatan, kebusukkan serta pelanggaran kesopanan dan kesusilaan dipandang biasa dan lumrah. Buktinya? Di mana-mana, kenyataan ini mudah kita temukan. Tatkala "tidak kenal, maka siapa lu?", "Emangnya gue pikirin?" lebih melanda daripada bela-rasa, empati, simpati dan cinta kepada sesama, maka orang lain dipandang tetap sebagai "orang lain". Begitu juga, ketika tawaran hidup begitu menggoda: uang, kekuasaan dan kenikmatan daging.
Di sisi lain, karena malu bersikap jujur, tidak berani menyuarakan kebenaran dan mengikut arus, maka pengaruh dan daya tarik gaya hidup, gengsi dan trend menentukan 'siapa diri' semakin dipandang sebagai pilihan dan bukan lagi dikritisi. Sehingga, demi kepentingan diri, orang tidak lagi merasa takut untuk mengkorupsikan banyak hal yang bukan haknya; juga demi rasa 'aman', orang tidak segan menjual sesama, harga diri dan iman. Dan ketika semua teladan yang diharapkan tidak ditemukan selain kemunafikan, kesucian agama hanya sebagai selubung penipuan belaka. Praktek ritual keagamaan hanya demi dilihat sesama manusia dan sebatas tampilan diri untuk dilihat dan dipamerkan.
Di lain sisi, siapa yang mau hidup susah? Menderita? Hidup dalam dan dengan keadaan yang serba sulit? Sakit dan dianggap tidak ada harga? Dilecehkan dan terhina? Semua ini menjadi taruhan bagi iman. Karena kenyataan-kenyataan hidup tersebut, ketahanan iman bisa menjadi goyah, kemurnian iman bisa menjadi luntur, kebanggaan iman bisa menjadi kabur bahkan menjadi tidak berarti sama sekali. Ini terbukti saat diri merasa sendiri dan terhimpit-terjepit-tersudutkan. Tetapi ingatlah bahwa ketika semua jalan telah terasa tertutup dan buntu, iman kita sedang ditantang, untuk didewasakan dan dimatangkan.
Dengan memikul tangung jawab atas reaksi-reaksi dan tindakan-tindakan kita dalam suatu hubungan, kita dapat sungguh-sungguh memberi dan menerima cinta dengan berhasil. Tampa suatu kesadaran tentang bagaimana secara khusus pasangan kita membutuhkan cinta, barangkali kita melewatkan peluang-peluang yang amat berharga.
Kaum wanita merasa disayangi terutama bila mereka menerima dukungan emosional dan fisik yang mereka butuhkan dari suami mereka. Tidak terlalu masalah apa yang diberikan suaminya asal dia melakukan terus menerus. Seorang wanita merasa disayangi bila dia merasa cinta seorang pria itu konsisten.
Ketika seorang pria tidak memahami wanita, dia cederung memusatkan perhatiannya pada upaya-upaya besar untuk memuaskan si wanita sesaat tetapi kemudian akan mengabaikannya selama berminggu-minggu/berbulan-bulan. Sementara komunikasi yang baik memberikan landasan yang sehat untuk komunikasi hubungan penuh kasih saying, keromatisan/percintaan merupakan hidangan penutupnya. Jalan menuju hati seorang wanita adalah melakukan sejumlah besar hal kecil baginya secara terus-menerus.
Berikut ini daftar pendek saya* tentang dua puluh hal yang telah teruji yang dapat dilakukan oleh seorang suami untuk menciptakan keromantisan, yakni;
Oleh. R.Budi Hartono
Apabila seorang pria mengalami stress karena memikirkan bahwa keluarganya tidak bahagia, secara naluriah dia lebih memusatkan perhatian untuk berhasil di tempat kerja. Dia memusatkan perhatian pada tempat kerja sebegitu rupa sehingga tidak menyadari beberapa lama dia meinggalkan rumah. Baginya waktu barangkali belalu sangat cepat, tetapi bagi istri yang menunggunya pulang kerumah waktu berjalan amat lambat. Suami tidak menyadari bahwa dizaman modern, kehadiran dirumah sekurang-kurangnya sama pentingnya bagi si-istri dengan keberhasilan di tempat kerja.
Semakin banyak tekanan kerja yang dialami seorang pria, semakin dia memutuskan perhatian untuk memecahkan masalah-masalah. Pada sat-saat macam itu, sangatlah sulit melepaskan diri dari masalah tersebut dan memberikan seluruh perhatiannya pada hubungan. Dia menjadi begitu terserap oleh pekerjaan dan masalah sehingga melupakan segala sesuatu yang lain dan secara tidak sadar mengabaikan istri dan keluarganya.
Seolah-olah dia melihat melalui sebuah terowongan dan melihat apa yang relevan atau bermanfaat untuk mencapai sasarannya. Dia tidak menyadari bahwa dirinya tidak lagi mendengarkan dan menanggapi orang yang di cintainya karena dia begitu terpusat pada penyelesaian masalah. Pada saat-saat semacam itu, untuk sementara dia melupakan apa yang sungguh-sungguh penting baginya. Dia tidak menyadari bahwa dirinya tengah menyingkirkan orang yang paling dia cintai(anak dan istri).
Apakah saudara begitu……………………. kita dapat merenungkan sendiri-sendiri.
Trauma yang terjadi di usia dini akan memiliki dampak bersar di usia dewasa. Banyak orang yang pernah mengalami pengalaman traumatis yang untuk sementara waktu sempat menghancurkan rasa aman, rasa percaya diri serta harga diri mereka.
Berbagai pengalaman traumatis itu dikemudian hari akan mempengaruhi penilaian anak terhadap diri mereka sendiri maupun lingkingan mereka. Trauma-trauma ini meninggalkan luka psikologis yang tidak pernah sembuh sepenuhnya. Karena itulah ada orang-orang tertentu yanag bias merasakan sangat tertekan menghadapi suatu masalah tertentu, sementara masalah tersebut tidak terlalu menekan bagi orang lain.
Trauma yang terjadi diusia dini memiliki banyak dampak yang lebih besar dari pada yang terjadi di usia yang lebih besar(dewasa), karena evaluasi kritis, refleksi dan pertahanan diri belum berkembang dengan baik pada masa kanak-kanak.
R.Budi Hartono
Hasil penelitian bidang biologi dan ilmu-ilmu social terahir ini sangat membantu kita memahami berbagai penyebab timbulnya perilaku abnormal manusia. Penyebab perilaku abnormal terutama disebabkan oleh kesalahan dalam perkembangan perilaku, stress yang hebat atau kombinasi keduanya.
Kalau seorang anak menyerap nilai-nilai kriminal, ia bias menjadi kriminal karena perkembangan yang salah. Perkembangan yang salah inilah yang merupakan penyebab utama timbulnya tanda-tanda keabnormal tingkah laku pada manusia. Penyesuaian diri yang kita kembangkan bersama dengan orang-orang disekeliling kita senatiasa dipengaruhi oleh dua hal, yaitu perkembangan kepribadian kita dan oleh berbagai tingkat stress yang kita hadapi. Setiap hal yang membawa kita pada perkembangan kepribadian yang salah atau meningkatkan stress, bias menciptakan masalah.
Bila seorang mampu menangulangi secara efektif berbagai situasi yang menekannya, maka kecemasan akan hilang. Namun bila kecemasan dan stress berlanjut, tindakan yang akan diambil individu itu biasanya mengarah keberbagai mekanisme untuk mempertahankan ego, seperti menyangkal dan pembenaran diri. Ini bisa berakibat berkurangnya intergrasi dan timbulnya perilaku tidak bisa menyesuaikan diri. Proses bela diri menimbulkan ketimpangan antara realitas dan kemampuan individu itu. Ingalah pelajaran yang salah merupakan penyebab utama perilaku yang salah*
*H.Datt Sharma "Peace of Mind Mission"New Delhi
Islam mempunyai solusi yang jelas untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang menyangkut kehidupan manusia, termasuk memenuhi kebutuhan pokok. Dalam ekonomi Islam, negara bertanggung jawab penuh untuk memenuhi kebutuhan pokok setiap individu rakyat seperti sandang, pangan dan papan. Setiap warga negara juga diwajibkan untuk bekerja, terutama kaum laki-laki. Jika pekerjaan tidak ada, maka negaralah yang memberi pekerjaan dan memberi bantuan tanpa jaminan apapun. Hal ini bisa kita dapati dalam sejarah Khilafah Islamiyah, tatkala Umar bin Khaththab menjumpai dua orang yang sedang berdo'a di dalam masjid tanpa bekerja. Lalu Umar bin Khaththab menyuruh mereka keluar dari masjid dengan memberikan setakar biji-bijian sambil berkata, "Tanamlah dan bertawakalah kepada Allah".
Dari peristiwa di atas Imam Al Ghazali mengatakan bahwa wajib atas Waliyul Amri (pemerintah) memberikan dan menyediakan sarana pekerjaan kepada pencari kerja. Menciptakan lapangan kerja adalah kewajiban negara dan merupakan bagian dari tanggung jawabnya terhadap pemeliharaan dan pengaturan urusan rakyatnya. Jika masih dijumpai rakyat yang belum memperoleh pekerjaan, sementara ia harus menanggung biaya hidup keluarganya maka negara wajib menanggungnya. Inilah point pertama dari sistem ekonomi Islam tentang pemenuhan kebutuhan pokok rakyatnya.
Kedua, mengedarkan/memutar harta ke seluruh lapisan masyarakat. Salah satu penyebab kesenjangan ekonomi sekarang adalah menumpuknya harta pada golongan orang kaya saja atau beredar di kawasan tertentu. Ketiga, larangan untuk menimbun uang dan harta yang menyangkut kebutuhan pokok (beras, gandum, gula, minyak dan sebagainya). Keempat, diharamkannya aktivitas riba dan sektor ekonomi non real. Kelima, standarisasi penggunaan mata uang emas (dinar) dan perak (dirham) dalam aktivitas jual beli dan investasi. Keenam, pemberantasan KKN, perjudian, pelacuran, monopoli perdagangan dan aktivitas lain yang bukan bersumber dari pendapatan yang halal dan yang ketujuh, larangan eksploitasi dan eksplorasi sumber daya alam milik umat oleh pihak asing (Fuad, 2003).
Berdasarkan prinsip-prinsip Islam di atas, seharusnya pemerintah segera melaksanakan tujuh point penting tersebut. Wajib disadari, bahwa keterbelakangan dan kemunduran yang menimpa bangsa kita adalah karena diterapkannya sistem ideologi kapitalis yang telah menggerogoti sendi-sendi perekonomian bangsa. Dengan alasan mendapatkan pemasukan sumber keuangan yang besar, badan-badan usaha milik pemerintah yang potensial justru diprivatisasi sementara roda perekonomian disetir oleh IMF dan Bank Dunia. Mata uang dollar diagung-agungkan sementara nilai tukar rupiah kita terus menerus ditekan. Berbagai jenis tambang yang amat potensial (emas, perak, batubara, minyak, nikel, timah, gas) terus menerus dijarah tanpa kuasa kita menghentikannya, sementara hutan kita terus menerus dirampok dan dirusak tangan-tangan yang lapar akan harta benda.
Sebagai solusi menyeluruh atas problematika yang menimpa bangsaIndonesia, tidak ada jalan lain kecuali menerapkan syari'at Islam di seluruh persada nusantara. Tidakkah kita harus belajar dari sejarah, bagaimana selama hampir 1300 tahun ajaran Islam mampu bertahan dengan kokohnya. Kapankah kita akan mendapai rakyat negeri ini, tidak ada lagi orang yang berhak menerima zakat dan sedekah karena mereka telah tercukupi segala kebutuhannya? Akankah kejayaan perekonomian Khalifah Umar bin Abdul Aziz terulang lagi? Wallahu'alam bi shawab.
R.Budi Hartono
Pemenuhan kebutuhan pokok merupakan persoalan teramat penting bagi kehidupan manusia. Terlebih lagi kebutuhan tersebut merupakan hal yang tidak dapat ditawar-tawar lagi bagi kelangsungan hidup manusia. Ada tiga kebutuhan pokok mendasar yang perlu dimiliki oleh setiap orang yaitu, sandang, pangan dan papan. Ketiga kebutuhan pokok ini mempunyai peranan yang sangat vital, dan keberadaannya harus senantiasa tersedia sepanjang waktu. Jika, salah satu unsur kebutuhan pokok tersebut tidak ada atau hilang maka akan terjadi ketimpangan dalam proses kehidupan ini. Kita bisa menyaksikan dibelahan bumi ini, bagaimana para penduduk Sudan yang kehilangan rumah dan harta benda mereka. Ada sesuatu yang hilang dari kehidupan mereka, meskipun sandang dan pangan tercukupi. Namun, satu mata rantai telah hilang dari kehidupan penduduk Sudan dan sangat berdampak pada kehidupan mereka.
Sebenarnya contoh kasus tersebut merupakan gambaran yang kerap terjadi di negara kita, Indonesia. Hanya saja, kasus yang terjadi di Sudan merupakan akibat dari konflik yang terjadi antara dua pihak yang bertikai. Sementara di Indonesia, kasus seperti itu sudah tidak nampak lagi, sejak konflik di beberapa daerah telah mereda. Kasus yang menimpa masyarakat kita-terutama dalam kebutuhan pokok- sekarang adalah adanya bencana seperti kebakaran, kekeringan,kebanjiran, kekurangan pangan, dan kegagalan panen. Intinya, dari tiga kebutuhan pokok yang harus dipenuhi, ada salah unsur yang mulai hilang dari kebutuhan sebagian warga negara di republik ini. Kebakaran misalnya, telah mengakibatkan kebutuhan akan papan (rumah) menjadi hilang dari bagian kehidupan masyarakat kita. Dampaknya tentu akan sangat besar terhadap upaya mereka mencari nafkah dan mencukupi kebutuhan bagi anggota keluarganya. Sedangkan bagi mereka yang berprofesi sebagai petani, gagal panen merupakan ancaman yang serius dari kelangsungan hidup, terutama untuk kehidupan ekonomi mereka.
Selama ini, peran negara dalam menyediakan kebutuhan pokok bagi rakyatnya boleh dikatakan "belum menunjukkan perhatian yang serius". Kita dapat melihat setiap hari tayangan di media massa, bagaimana aparat pemerintah menggusuri rumah rakyat, membongkar paksa dan mengusir mereka tanpa manusiawi. Jawaban pemerintah sangat menusuk hati rakyat, mereka mengatakan rakyat tidak berhak atas tanah tersebut, bahkan mereka mengklaim tanah tersebut milik negara. Di Lampung (zaman orde baru), rakyat diusir dengan kasar oleh aparat pemerintah karena dianggap mendiami tanah negara, padahal beberapa hari lagi kebun kopi yang mereka usahakan akan dipanen. Pohon kopi yang dipenuhi dengan buah-buahnya yang memerahpun tidak luput dari tangan-tangan yang tega merusaknya dengan membabi buta.
primer Saat penderitaan rakyat di Teluk Buyat telah mencapai titik yang mengenaskan, pemerintah justru menyalahkanpertambangan rakyat yang dianggap sumber pencemaran lingkungan. Nurani kemanusiaan telah tertutupi denganinvestasi PT. Newmont Minahasa Raya yang menguras sumber daya alam, tetapi memberikan luka yang dalam bagimasyarakat diTeluk Buyat. Negara selalu menyalahkan korbannya (blame the victim) dalam setiap ada persoalan. Dengan memberikan jawaban 'blame the victim' negara seolah berlepas dari tanggungjawabnya sebagai pelayanmasyarakat. Hal ini tidak saja terjadi pada persoalan-persoalan kebutuhan pokok, namun juga pada pendidikan, kesehatan, layanan publik, dan sebagainya. Setiap orang harus berupaya sendiri membiayai pendidikananak-anaknya, memberi nafkah keluarga, dan membiayai untuk anggota keluarga mereka yang sakit. Dengan kondisiperekonomian yang demikian sulit, jangankan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sekunder, untuk kebutuhansaja sudah sangat susah. Fenomena seperti ini hampir terjadi di setiap negara yang menjalankan sistemideologi kapitalisme. Dalam ideologi ini, peran negara dikurangi, sementara peran rakyat diperbesar. Slogan yang cukup dikenal yaitu, "Jangan memikirkan apa yang telah negara berikan kepadamu tetapi pikirkanlah apa yang telahengkau berikan pada negara", nampaknya benar-benar menjadi kenyataan pahit.